Keutamaan Bersedekah Secara Rahasia
Allah Pasti Membalasnya
Allah
ta’ala berfirman,
وَمَا أَنفَقْتُم مِّن نَّفَقَةٍ أَوْ نَذَرْتُم مِّن نَّذْرٍ فَإِنَّ اللَّهَ يَعْلَمُهُ
“Apapun infak yang kalian berikan atau nadzar apapun yang kalian
canangkan, sesungguhnya Allah mengetahuinya.” (QS. Al-Baqarah: 270)
Allah Pasti Menggantinya
Allah
ta’ala berfirman,
وَمَا أَنفَقْتُم مِّن شَيْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهُ وَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ
“Apapun harta yang kalian infakkan maka Allah pasti akan
menggantikannya, dan Dia adalah sebaik-baik pemberi rizki.” (QS. Saba’:
39)
Mendapatkan Naungan Allah Pada Hari Kiamat
Dari Abu Hurairah
radhiyallahu’anhu, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Ada tujuh golongan orang yang akan diberi naungan oleh Allah
pada hari ketika tidak ada naungan kecuali naungan dari-Nya. Seorang
pemimpin yang adil. Seorang pemuda yang tumbuh dalam [ketaatan]
beribadah kepada Allah
‘azza wa jalla.
Seorang lelaki yang
hatinya bergantung di masjid-masjid. Dua orang lelaki yang saling
mencintai karena Allah, mereka berdua bertemu dan berpisah karena-Nya.
Seorang lelaki yang diajak oleh seorang perempuan yang memiliki
kedudukan dan kecantikan lalu dia berkata, ‘Aku takut kepada Allah’.
Seorang lelaki yang bersedekah dengan sembunyi-sembunyi, sampai-sampai
tangan kirinya tidak mengetahui apa yang disedekahkan oleh tangan
kanannya.
Dan seorang lelaki yang mengingat Allah dalam kesendirian lalu
mengalirlah air matanya.” (HR. Bukhari dan Muslim, lihat
Shahih at-Targhib [1/531])
Memadamkan Kemurkaan Allah
Dari Mu’awiyah bin Haidah
radhiyallahu’anhu, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya sedekah secara rahasia bisa meredam murka Rabb [Allah]
tabaroka wa ta’ala.” (HR. ath-Thabrani dalam
al-Kabir, lihat
Shahih at-Targhib [1/532])
Menyelamatkan Dari Siksa Neraka
Abu Hurairah
radhiyallahu’anhu berkata:
Aku pernah mendengar Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda: “Sesungguhnya orang-orang yang pertama kali diadili pada hari
kiamat adalah:
[1] Seorang lelaki yang berjuang mencari mati syahid.
Lalu dia dihadirkan dan ditunjukkan kepadanya nikmat-nikmat yang
sekiranya akan diperolehnya, sehingga dia pun bisa mengenalinya. Allah
bertanya kepadanya, “Apa yang telah kamu lakukan untuk mendapatkan itu
semua?”. Dia menjawab, “Aku berperang di jalan-Mu sampai aku menemui
mati syahid.” Allah menimpali jawabannya, “Kamu dusta. Sebenarnya kamu
berperang agar disebut-sebut sebagai pemberani, dan sebutan itu telah
kamu peroleh di dunia.” Kemudian Allah memerintahkan malaikat untuk
menyeretnya dalam keadaan tertelungkup di atas wajahnya hingga akhirnya
dia dilemparkan ke dalam api neraka.
[2] Seorang lelaki yang menimba
ilmu dan mengajarkannya serta pandai membaca/menghafal al-Qur’an. Lalu
dia dihadirkan dan ditunjukkan kepadanya nikmat-nikmat yang sekiranya
akan diperolehnya, sehingga dia pun bisa mengenalinya. Allah bertanya
kepadanya, “Apa yang telah kamu lakukan untuk mendapatkan itu semua?”.
Dia menjawab, “Aku menimba ilmu dan mengajarkannya serta aku
membaca/menghafal al-Qur’an di jalan-Mu.” Allah menimpali jawabannya,
“Kamu dusta. Sebenarnya kamu menimba ilmu agar disebut-sebut sebagai
orang alim, dan kamu membaca al-Qur’an agar disebut sebagai qari’. Dan
sebutan itu telah kamu dapatkan di dunia.” Kemudian Allah memerintahkan
malaikat untuk menyeretnya dalam keadaan tertelungkup di atas wajahnya
hingga akhirnya dia dilemparkan ke dalam api neraka.
[3] Seorang lelaki
yang diberi kelapangan oleh Allah serta mendapatkan karunia berupa
segala macam bentuk harta. Lalu dia dihadirkan dan ditunjukkan kepadanya
nikmat-nikmat yang sekiranya akan diperolehnya, sehingga dia pun bisa
mengenalinya. Allah bertanya kepadanya, “Apa yang telah kamu lakukan
untuk mendapatkan itu semua?”. Dia menjawab, “Tidak ada satupun
kesempatan yang Engkau cintai agar hamba-Mu berinfak padanya melainkan
aku telah berinfak padanya untuk mencari ridha-Mu.” Allah menimpali
jawabannya, “Kamu dusta. Sesungguhnya kamu berinfak hanya demi
mendapatkan sebutan sebagai orang yang dermawan. Dan sebutan itu telah
kamu dapatkan di dunia.” Kemudian Allah memerintahkan malaikat untuk
menyeretnya dalam keadaan tertelungkup di atas wajahnya hingga akhirnya
dia dilemparkan ke dalam api neraka.” (HR. Muslim)
Kunci Meraih Kelezatan Amal
Abu Turab
rahimahullah mengatakan, “Apabila seorang hamba
bersikap tulus/jujur dalam amalannya niscaya dia akan merasakan
kelezatan amal itu sebelum melakukannya. Dan apabila seorang hamba
ikhlas dalam beramal, niscaya dia akan merasakan kelezatan amal itu di
saat sedang melakukannya.” (lihat
Ta’thir al-Anfas, hal. 594)
Abul Aliyah berkata: Para Sahabat Muhammad
shallallahu ‘alaihi wa sallam
berpesan kepadaku, “Janganlah kamu beramal untuk selain Allah. Karena
hal itu akan membuat Allah menyandarkan hatimu kepada orang yang kamu
beramal karenanya.” (lihat
Ta’thirul Anfas, hal. 568)
Ibnul Qayyim
rahimahullah berkata, “Barangsiapa yang
membiasakan dirinya untuk beramal ikhlas karena Allah niscaya tidak ada
sesuatu yang lebih berat baginya daripada beramal untuk selain-Nya. Dan
barangsiapa yang membiasakan dirinya untuk memuaskan hawa nafsu dan
ambisinya maka tidak ada sesuatu yang lebih berat baginya daripada
ikhlas dan beramal untuk Allah.” (lihat
Ma’alim Fi Thariq al-Ishlah, hal. 7)
Lebih Selamat Bagi Hati
Fudhail bin Iyadh
rahimahullah berkata, “Sesungguhnya amalan
jika ikhlas namun tidak benar maka tidak akan diterima. Demikian pula
apabila amalan itu benar tapi tidak ikhlas juga tidak diterima sampai ia
ikhlas dan benar. Ikhlas itu jika diperuntukkan bagi Allah, sedangkan
benar jika berada di atas Sunnah/tuntunan.” (lihat
Jami’ al-’Ulum wa al-Hikam, hal. 19 cet. Dar al-Hadits).
Imam Nawawi
rahimahullah berkata, “Ketahuilah, bahwasanya
keikhlasan seringkali terserang oleh penyakit ujub. Barangsiapa yang
ujub dengan amalnya maka amalnya terhapus. Begitu pula orang yang
menyombongkan diri dengan amalnya maka amalnya menjadi terhapus.” (lihat
Ta’thir al-Anfas, hal. 584)
Yusuf bin Asbath
rahimahullah berkata, “Allah tidak menerima amalan yang di dalamnya tercampuri riya’ walaupun hanya sekecil biji tanaman.” (lihat
Ta’thir al-Anfas, hal. 572)
Diriwayatkan bahwa ‘Ali bin Abi Thalib
radhiyallahu’anhu
pernah berkata, “Amal yang salih adalah amalan yang kamu tidak
menginginkan pujian dari siapapun atasnya kecuali dari Allah.” (lihat
al-Ikhlas wa an-Niyyah, hal. 35)
Abu Ishaq al-Fazari
rahimahullah berkata, “Sesungguhnya
diantara manusia ada orang yang sangat menggandrungi pujian kepada
dirinya, padahal di sisi Allah dia tidak lebih berharga daripada sayap
seekor nyamuk.” (lihat
Ta’thir al-Anfas, hal. 573)
Jalan Untuk Meraih Keikhlasan
Sufyan bin Uyainah berkata: Abu Hazim
rahimahullah berkata, “Sembunyikanlah kebaikan-kebaikanmu lebih daripada kesungguhanmu dalam menyembunyikan kejelekan-kejelekanmu.” (lihat
Ta’thirul Anfas, hal. 231).
al-Fudhail bin Iyadh
rahimahullah berkata, “Ilmu dan amal terbaik adalah yang tersembunyi dari pandangan manusia.” (lihat
Ta’thirul Anfas, hal. 231)
Ibrahim at-Taimi
rahimahullah berkata, “Orang yang ikhlas
adalah yang berusaha menyembunyikan kebaikan-kebaikannya sebagaimana dia
suka menyembunyikan kejelekan-kejelakannya.” (lihat
Ta’thirul Anfas, hal. 252)
al-Fudhail bin ‘Iyadh
rahimahullah mengatakan, “Meninggalkan
amal karena manusia adalah riya’ sedangkan beramal untuk dipersembahkan
kepada manusia merupakan kemusyrikan. Adapun ikhlas itu adalah tatkala
Allah menyelamatkan dirimu dari keduanya.” (lihat
Adab al-’Alim wa al-Muta’allim, hal. 8)
Fudhail bin ‘Iyadh
rahimahullah berkata, “Dahulu dikatakan:
Bahwa seorang hamba akan senantiasa berada dalam kebaikan, selama jika
dia berkata maka dia berkata karena Allah, dan apabila dia beramal maka
dia pun beramal karena Allah.” (lihat
Ta’thir al-Anfas min Hadits al-Ikhlas, hal. 592)
Wallahu a’lam. Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa sallam. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.
source