Facebook

Jumat, 12 Juli 2013

RAMADHAN MUBAROK

RAMADHAN

 Ramadhan, haruskah aku berpura-pura merindukanmu; Sementara di setiap kedatanganmu, kaki-kaki kesadaranku masih terus melekat ditarik gravitasi-gravitasi nafsu? Sungguh-sungguhkah aku menyambutmu, atau sekadar rutinitas seremonial gegap gempita yang kering dari makna?



“Marhaban yâ Ramadhan,” ujarku, tanpa sungguh-sungguh mengerti apa artinya kedatanganmu di pintu rumahku. Lalu aku akan mereka kata-kata untuk mengirim SMS, atau tweet, atau e-mail, atau broadcast message berisi permintaan maaf kepada teman-temanku, seolah menghayati kesucianmu: Sesungguhnya hanya pencitraan yang mengharapkan pujian-pujian.

“Puasa adalah medan ujian untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan dengan menahan hawa nafsu.” Aku membaca kalimat itu dalam spanduk di sebuah pusat perbelanjaan. “Selamat Menunaikan Ibadah Puasa Ramadhan 1434 H,” katanya. Tapi aku segera melupakannya, dibutakan potongan harga yang sesungguhnya pura-pura, memborong bahan-bahan makanan secara rakus dan berlebihan. Lalu aku mencari perlengkapan ibadah baru, juga mushaf al-Quran baru: Sebab yang lama telah usang dan berdebu buku. Oh al-Quran, oh baju takwa, oh sajadah, oh ustad-ustad berwajah tampan, kemana saja kalian di luar bulan Ramadhan?

Seperti tahun-tahun sebelumnya, kedatanganmu, Ramadhan, masih terus membuatku bertanya-tanya: Mengapa tema-tema ceramah para ustad masih terus saja sama, kecuali make-up mereka yang makin tebal dan pakaian mereka yang makin mengilap? Berapa bayaran mereka sekali tampil dalam iklan dan acara televisi? Setiap tahun aku menonton dan mendengarkan mereka, mengapa selalu tak berhasil mengubah ulat-ulat dosa dalam diriku menjadi kupu-kupu takwa? Oh para ustad, oh para ulama, oh kesejukan agama, kemana saja kalian di luar bulan puasa?

Ramadhan, memang seharusnya aku tak menyalahkan siapa-siapa: Akulah diri yang bebal dan kepala batu. Maka selamat datang, Ramadhan: Selamat datang iklan sirup Marjan. Selamat datang iklan Promag. Selamat datang Om Deddy Mizwar. Selamat datang kolak dan acar bawang. Selamat datang perdebatan NU dan Muhammadiyah. Selamat saling berkelit mazhab hisab dan rukyah. Selamat datang acara-acara sahur penuh hadiah dan hiburan. Selamat datang diskon-diskon yang menggiurkan. Ah, betapa aku merindukan kalian!

Demikianlah aku merindukanmu, Ramadhan. Demikianlah aku mencintaimu—dengan caraku yang tak tahu malu. Terima kasih telah selalu menyediakan siang terik bermiliar pahala. Terima kasih telah selalu membentangkan malam doa yang meluas angkasa. Terima kasih telah selalu menjadi bulan seribu bulan—yang membuatmu tak pernah selesai kami hitung untuk menentukan malam permulaan dan penghabisan. Terima kasih telah selalu datang dan pergi dengan senang hati, tanpa mempedulikan kemunafikan, kemaksiatan, dan kebebalan kami.

Barangkali suatu saat nanti, Ramadhan, jika hilal-mu sudah benar-benar tampak di langit hatiku, aku tak perlu menghisab dan memperdebatkan apapun: Sebab aku tak lagi punya pintu untuk menyambut kedatanganmu. Jika saat itu tiba, maka masuklah, masukilah diriku dengan keseluruhan dirimu, aku akan mendekapmu selalu—dengan penuh keharuan dan kerinduan...

Fahd Djibran

Kamis, 11 Juli 2013

Keutamaan Bersedekah Secara Rahasia

Keutamaan Bersedekah Secara Rahasia

Allah Pasti Membalasnya

Allah ta’ala berfirman,
وَمَا أَنفَقْتُم مِّن نَّفَقَةٍ أَوْ نَذَرْتُم مِّن نَّذْرٍ فَإِنَّ اللَّهَ يَعْلَمُهُ

“Apapun infak yang kalian berikan atau nadzar apapun yang kalian canangkan, sesungguhnya Allah mengetahuinya.” (QS. Al-Baqarah: 270)


Allah Pasti Menggantinya
Allah ta’ala berfirman,

 وَمَا أَنفَقْتُم مِّن شَيْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهُ وَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ

“Apapun harta yang kalian infakkan maka Allah pasti akan menggantikannya, dan Dia adalah sebaik-baik pemberi rizki.” (QS. Saba’: 39)

Mendapatkan Naungan Allah Pada Hari Kiamat
Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ada tujuh golongan orang yang akan diberi naungan oleh Allah pada hari ketika tidak ada naungan kecuali naungan dari-Nya. Seorang pemimpin yang adil. Seorang pemuda yang tumbuh dalam [ketaatan] beribadah kepada Allah ‘azza wa jalla.
Seorang lelaki yang hatinya bergantung di masjid-masjid. Dua orang lelaki yang saling mencintai karena Allah, mereka berdua bertemu dan berpisah karena-Nya. Seorang lelaki yang diajak oleh seorang perempuan yang memiliki kedudukan dan kecantikan lalu dia berkata, ‘Aku takut kepada Allah’.
Seorang lelaki yang bersedekah dengan sembunyi-sembunyi, sampai-sampai tangan kirinya tidak mengetahui apa yang disedekahkan oleh tangan kanannya.
Dan seorang lelaki yang mengingat Allah dalam kesendirian lalu mengalirlah air matanya.” (HR. Bukhari dan Muslim, lihat Shahih at-Targhib [1/531])

Memadamkan Kemurkaan Allah
Dari Mu’awiyah bin Haidah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya sedekah secara rahasia bisa meredam murka Rabb [Allah] tabaroka wa ta’ala.” (HR. ath-Thabrani dalam al-Kabir, lihat Shahih at-Targhib [1/532])

Menyelamatkan Dari Siksa Neraka
Abu Hurairah radhiyallahu’anhu berkata:
Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya orang-orang yang pertama kali diadili pada hari kiamat adalah:

[1] Seorang lelaki yang berjuang mencari mati syahid. Lalu dia dihadirkan dan ditunjukkan kepadanya nikmat-nikmat yang sekiranya akan diperolehnya, sehingga dia pun bisa mengenalinya. Allah bertanya kepadanya, “Apa yang telah kamu lakukan untuk mendapatkan itu semua?”. Dia menjawab, “Aku berperang di jalan-Mu sampai aku menemui mati syahid.” Allah menimpali jawabannya, “Kamu dusta. Sebenarnya kamu berperang agar disebut-sebut sebagai pemberani, dan sebutan itu telah kamu peroleh di dunia.” Kemudian Allah memerintahkan malaikat untuk menyeretnya dalam keadaan tertelungkup di atas wajahnya hingga akhirnya dia dilemparkan ke dalam api neraka.

[2] Seorang lelaki yang menimba ilmu dan mengajarkannya serta pandai membaca/menghafal al-Qur’an. Lalu dia dihadirkan dan ditunjukkan kepadanya nikmat-nikmat yang sekiranya akan diperolehnya, sehingga dia pun bisa mengenalinya. Allah bertanya kepadanya, “Apa yang telah kamu lakukan untuk mendapatkan itu semua?”. Dia menjawab, “Aku menimba ilmu dan mengajarkannya serta aku membaca/menghafal al-Qur’an di jalan-Mu.” Allah menimpali jawabannya, “Kamu dusta. Sebenarnya kamu menimba ilmu agar disebut-sebut sebagai orang alim, dan kamu membaca al-Qur’an agar disebut sebagai qari’. Dan sebutan itu telah kamu dapatkan di dunia.” Kemudian Allah memerintahkan malaikat untuk menyeretnya dalam keadaan tertelungkup di atas wajahnya hingga akhirnya dia dilemparkan ke dalam api neraka.

[3] Seorang lelaki yang diberi kelapangan oleh Allah serta mendapatkan karunia berupa segala macam bentuk harta. Lalu dia dihadirkan dan ditunjukkan kepadanya nikmat-nikmat yang sekiranya akan diperolehnya, sehingga dia pun bisa mengenalinya. Allah bertanya kepadanya, “Apa yang telah kamu lakukan untuk mendapatkan itu semua?”. Dia menjawab, “Tidak ada satupun kesempatan yang Engkau cintai agar hamba-Mu berinfak padanya melainkan aku telah berinfak padanya untuk mencari ridha-Mu.” Allah menimpali jawabannya, “Kamu dusta. Sesungguhnya kamu berinfak hanya demi mendapatkan sebutan sebagai orang yang dermawan. Dan sebutan itu telah kamu dapatkan di dunia.” Kemudian Allah memerintahkan malaikat untuk menyeretnya dalam keadaan tertelungkup di atas wajahnya hingga akhirnya dia dilemparkan ke dalam api neraka.” (HR. Muslim)

Kunci Meraih Kelezatan Amal
Abu Turab rahimahullah mengatakan, “Apabila seorang hamba bersikap tulus/jujur dalam amalannya niscaya dia akan merasakan kelezatan amal itu sebelum melakukannya. Dan apabila seorang hamba ikhlas dalam beramal, niscaya dia akan merasakan kelezatan amal itu di saat sedang melakukannya.” (lihat Ta’thir al-Anfas, hal. 594)

Abul Aliyah berkata: Para Sahabat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam berpesan kepadaku, “Janganlah kamu beramal untuk selain Allah. Karena hal itu akan membuat Allah menyandarkan hatimu kepada orang yang kamu beramal karenanya.” (lihat Ta’thirul Anfas, hal. 568)

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Barangsiapa yang membiasakan dirinya untuk beramal ikhlas karena Allah niscaya tidak ada sesuatu yang lebih berat baginya daripada beramal untuk selain-Nya. Dan barangsiapa yang membiasakan dirinya untuk memuaskan hawa nafsu dan ambisinya maka tidak ada sesuatu yang lebih berat baginya daripada ikhlas dan beramal untuk Allah.” (lihat Ma’alim Fi Thariq al-Ishlah, hal. 7)

Lebih Selamat Bagi Hati
Fudhail bin Iyadh rahimahullah berkata, “Sesungguhnya amalan jika ikhlas namun tidak benar maka tidak akan diterima. Demikian pula apabila amalan itu benar tapi tidak ikhlas juga tidak diterima sampai ia ikhlas dan benar. Ikhlas itu jika diperuntukkan bagi Allah, sedangkan benar jika berada di atas Sunnah/tuntunan.” (lihat Jami’ al-’Ulum wa al-Hikam, hal. 19 cet. Dar al-Hadits).

Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Ketahuilah, bahwasanya keikhlasan seringkali terserang oleh penyakit ujub. Barangsiapa yang ujub dengan amalnya maka amalnya terhapus. Begitu pula orang yang menyombongkan diri dengan amalnya maka amalnya menjadi terhapus.” (lihat Ta’thir al-Anfas, hal. 584)

Yusuf bin Asbath rahimahullah berkata, “Allah tidak menerima amalan yang di dalamnya tercampuri riya’ walaupun hanya sekecil biji tanaman.” (lihat Ta’thir al-Anfas, hal. 572)

Diriwayatkan bahwa ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu’anhu pernah berkata, “Amal yang salih adalah amalan yang kamu tidak menginginkan pujian dari siapapun atasnya kecuali dari Allah.” (lihat al-Ikhlas wa an-Niyyah, hal. 35)

Abu Ishaq al-Fazari rahimahullah berkata, “Sesungguhnya diantara manusia ada orang yang sangat menggandrungi pujian kepada dirinya, padahal di sisi Allah dia tidak lebih berharga daripada sayap seekor nyamuk.” (lihat Ta’thir al-Anfas, hal. 573)

Jalan Untuk Meraih Keikhlasan
Sufyan bin Uyainah berkata: Abu Hazim rahimahullah berkata, “Sembunyikanlah kebaikan-kebaikanmu lebih daripada kesungguhanmu dalam menyembunyikan kejelekan-kejelekanmu.” (lihat Ta’thirul Anfas, hal. 231).

al-Fudhail bin Iyadh rahimahullah berkata, “Ilmu dan amal terbaik adalah yang tersembunyi dari pandangan manusia.” (lihat Ta’thirul Anfas, hal. 231)

Ibrahim at-Taimi rahimahullah berkata, “Orang yang ikhlas adalah yang berusaha menyembunyikan kebaikan-kebaikannya sebagaimana dia suka menyembunyikan kejelekan-kejelakannya.” (lihat Ta’thirul Anfas, hal. 252)

al-Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah mengatakan, “Meninggalkan amal karena manusia adalah riya’ sedangkan beramal untuk dipersembahkan kepada manusia merupakan kemusyrikan. Adapun ikhlas itu adalah tatkala Allah menyelamatkan dirimu dari keduanya.” (lihat Adab al-’Alim wa al-Muta’allim, hal. 8)

Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah berkata, “Dahulu dikatakan: Bahwa seorang hamba akan senantiasa berada dalam kebaikan, selama jika dia berkata maka dia berkata karena Allah, dan apabila dia beramal maka dia pun beramal karena Allah.” (lihat Ta’thir al-Anfas min Hadits al-Ikhlas, hal. 592)

Wallahu a’lam. Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa sallam. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.

source

Mendahulukan Makan Sahur Sebelum Mandi Junub

Mendahulukan Makan Sahur Sebelum Mandi Junub


ramadan2

Perbuatan yang lebih utama adalah mendahulukan makan sahur.

Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Makan sahurlah, karena sesungguhnya di dalam makan sahur terdapat barokah.” Dan mengakhirkan mandi [junub] setelah itu. Karena waktu untuk mandi itu luas.

Apabila fajar sudah terbit -adzan subuh- sementara dia belum mandi maka dia masih bisa mandi lalu mengerjakan sholat -subuh-. Dan hal itu sama sekali tidak mempengaruhi puasanya.


Terdapat riwayat yang sahih dari ‘Aisyah dan Ummu Salamah radhiyallahu’anhuma, yang menceritakan bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dahulu menjumpai waktu fajar dalam keadaan junub karena berhubungan dengan istrinya. Kemudian beliau mandi dan berpuasa (Muttafaq ‘alaih)

(diambil dari fatwa Syaikh Ibnu Jibrin rahimahullah, lihat Min Fatawa al-’Ulama’ fi ash-Shiyam wa al-Qiyam, hal. 72)

 source